DETEKSI MALUT NEWS — Pernyataan tegas mendiang Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) soal Islam di Indonesia semakin relevan di tengah gelombang arabisasi yang kian mencengkeram ruang sosial kita. Islam datang ke Indonesia bukan untuk merampas identitas budaya leluhur, bukan untuk mengganti “aku” dengan “ana”, “sampean” dengan “antum”, atau “sedulur” dengan “akhi”. Islam hadir untuk membawa ajaran luhur, bukan untuk menghapus akar budaya yang telah berurat dan berakar di tanah air kita.
Kita harus mempertahankan apa yang menjadi milik kita: bahasa, adat, dan kebiasaan yang telah diwariskan turun-temurun. Islam di Indonesia berkembang dengan corak keindonesiaan, bukan dengan meniru budaya Timur Tengah yang asing bagi tanah kita. Jika Islam bisa merangkul dan memperkuat budaya lokal sejak awal kedatangannya, mengapa sekarang kita justru rela melepaskan identitas sendiri demi mengikuti tradisi yang bukan milik kita?
Islam adalah agama yang menyesuaikan diri dengan masyarakat, bukan masyarakat yang harus menanggalkan jati dirinya demi sebuah budaya asing. Kita serap ajarannya, kita jalankan nilai-nilainya, tetapi kita tolak segala bentuk arabisasi yang ingin mencabut akar budaya kita. Seperti yang ditegaskan Gus Dur, Islam di Indonesia bukanlah Islam Arab. Islam kita adalah Islam yang membumi, Islam yang menghargai kebinekaan, Islam yang melebur dengan nilai-nilai Nusantara tanpa kehilangan esensi ajarannya.
Maka, mari kita berdiri tegak mempertahankan warisan para leluhur. Kita bukan bangsa yang baru lahir kemarin. Kita adalah bangsa besar dengan sejarah panjang yang tak boleh ditelan gelombang arabisasi. Islam Indonesia adalah identitas kita, dan kita akan menjaganya. (Tim/Odhe)
Komentar